- Phone: (031) 849 5566
- WA: +6282140060234
- Email: [email protected]
- Hours: Mon-Fri, 8am - 5pm
PMK 37/2025: Merchant, Siap-Siap Pajak Dipungut Marketplace
Dengan berlakunya PMK 37/2025, merchant kini tidak bisa lagi sembarangan membuka toko online tanpa implikasi pajak. Pemerintah telah menunjuk marketplace atau penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebagai pihak pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas penjualan barang oleh pedagang dalam negeri.
Kebijakan ini mulai berlaku pada 14 Juni 2025 dan membawa perubahan signifikan dalam tata kelola transaksi digital. Dalam artikel ini, istilah merchant merujuk pada pelaku usaha yang menjual barang melalui platform digital.
Bagi para merchant, aturan baru ini menambah kewajiban administrasi dan potensi pemotongan pajak secara otomatis oleh platform. Maka dari itu, penting untuk memahami kriteria dan prosedur yang berlaku agar tidak salah langkah dalam menjalankan usaha secara online.
Pemantauan Omzet Merchant Semakin Terintegrasi
Marketplace diwajibkan mengaitkan akun penjual dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang digunakan saat pendaftaran. Data ini akan digunakan sebagai dasar pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 0,5% bila omzet melebihi batas yang ditentukan.
Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat mengakses dan mengonsolidasikan data dari berbagai marketplace untuk menghitung total omzet merchant lintas platform. Hal ini mencegah praktik manipulasi data omzet yang disampaikan melalui Surat Pernyataan Omzet.
“Misal merchant berdagang di 10 platform, pada masing-masing platform bilangnya omzet saya cuma Rp400 juta. Namun, setelah dikumpulkan ternyata tidak lagi Rp400 juta, tetapi di atas Rp4,8 miliar. Kita akan awasi dan kemudian jadi sarana edukasi wajib pajak,” ujar Yon (dikutip dari DDTC News).
Jika ternyata data DJP menunjukkan bahwa omzet sebenarnya telah melebihi Rp500 juta, tetapi merchant tetap mengajukan surat pernyataan di bawah ambang batas, penagihan pajak akan langsung dilakukan kepada merchant, bukan kepada marketplace.
“Itulah nanti yang kita tagih kepada si merchant, bukan kepada marketplace. Sepanjang ada surat pernyataan dari merchant, kewajiban memungut tidak ada dan tidak dibebankan tanggung jawab kepada marketplace,” jelas Yoga (dikutip dari DDTC News).
Skema Pemotongan PPh Pasal 22
Marketplace akan memotong 0,5% dari omzet penjualan melalui platform. Ketentuan ini berlaku bagi merchant dengan omzet tahunan di atas Rp500 juta. Pemotongan dapat bersifat final atau tidak final sesuai regulasi.
Pemotongan tidak otomatis berlaku untuk semua merchant. Berikut ketentuan batas omzet:
- Omzet di atas Rp500 juta per tahun: Marketplace wajib memotong PPh Pasal 22 sebesar 0,5%.
- Omzet di bawah atau sama dengan Rp500 juta: Merchant wajib menyampaikan Surat Pernyataan Omzet agar tidak dipotong pajak.
- Kenaikan omzet melebihi Rp500 juta: Merchant wajib melaporkan omzet kepada marketplace. Pemungutan pajak akan diberlakukan sejak omzet melewati batas.
Jenis Wajib Pajak | Omzet Tahunan | Tarif Pemotongan | Sifat PPh | Perlakuan Pajak |
---|---|---|---|---|
Orang Pribadi | Hingga Rp500 juta | Tidak dipungut | – | – |
Rp500 juta s.d. Rp4,8 miliar | 0,5% | Final (jika memenuhi PP 55/2022) Tidak Final (jika tidak memenuhi ketentuan atau memilih skema umum) | Final atau dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan | |
Di atas Rp4,8 miliar | 0,5% | Tidak Final | Dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan | |
Badan | Hingga Rp4,8 miliar | 0,5% | Final (jika memenuhi PP 55/2022) Tidak Final (jika tidak memenuhi ketentuan atau memilih skema umum) | Final atau dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan |
Di atas Rp4,8 miliar | 0,5% | Tidak Final | Dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan |
Baca Juga: PMK 37/2025: Marketplace Officially Appointed as Withholder Article 22
Langkah Persiapan oleh Merchant
Untuk menghindari kesalahan tarif pemotongan, merchant dapat mengambil langkah berikut:
- Menyusun dan menyampaikan Surat Pernyataan Omzet kepada marketplace. Format surat pernyataan ini tersedia pada Lampiran A PMK 37/2025. Dokumen ini digunakan oleh merchant dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp500 juta per tahun agar tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 22.
- Memantau omzet secara berkala. Pemantauan omzet penting dilakukan, terutama apabila nilai transaksi mendekati batas Rp500 juta dalam tahun berjalan. Jika omzet melebihi ambang batas, merchant wajib melaporkan perubahan status kepada marketplace.
- Menyimpan bukti pemotongan yang diterbitkan oleh marketplace. Bukti pemotongan ini menjadi dokumen penting untuk administrasi dan pelaporan pajak tahunan.
Selain itu, merchant dapat memanfaatkan sistem elektronik yang disediakan pemerintah. Bukti pemotongan PPh Pasal 22 kini dapat dicek secara berkala melalui portal Coretax dan GENTA Direktorat Jenderal Pajak. Dengan fasilitas ini, wajib pajak memiliki akses real-time untuk memastikan validitas dan jumlah pemotongan setiap bulan.
Baca Juga: DJP Luncurkan Aplikasi GENTA (Generate Data Coretax)
Pentingnya Kepatuhan Administrasi
Kebijakan ini menjadi upaya pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan pajak di sektor perdagangan elektronik. Oleh karena itu, merchant perlu proaktif melaporkan omzet dan menyiapkan dokumen pendukung. Sebagai hasilnya, risiko penagihan pajak tambahan dapat dihindari.
Apabila Anda memerlukan bantuan penyusunan Surat Pernyataan Omzet atau konsultasi pajak, tim konsultan Synergy Ultima Nobilus siap membantu. Hubungi Kami untuk konsultas lebih lanjut.
Referensi
DDTC News. (2025, Juli 11). WP Pakai Surat untuk Hindari PPh 22 Marketplace, Tanggung Jawab Siapa? https://news.ddtc.co.id/berita/nasional/1812177/wp-pakai-surat-untuk-hindari-pph-22-marketplace-tanggung-jawab-siapa